Namun, aksi ini diwarnai kekecewaan. Pasalnya, Bupati Tapanuli Selatan, Gus Irawan Pasaribu, tidak hadir dengan alasan sakit. Massa menilai alasan tersebut hanya dalih untuk menghindari pertanggungjawaban publik.
Ketua Aliansi Tabagsel Bersatu, M. Hadi Susandra Lubis, menegaskan bahwa masyarakat berhak mendengar langsung jawaban Bupati, bukan melalui perantara.
“Ini sudah menjadi konsumsi publik yang luar biasa, dampaknya bagi Tapanuli Selatan juga besar. Kami menilai alasan sakit itu hanya dibuat-buat untuk menghindari konfrontasi langsung dengan rakyat,” tegas Hadi.
Ia menyebut ketidakhadiran Gus Irawan sebagai sikap tidak bertanggung jawab. Menurutnya, jawaban yang disampaikan oleh asisten bupati dalam aksi tersebut tidak relevan.
“Kami menilai justru pengecut. Yang kami minta bertanggung jawab adalah Bupati, bukan asisten. Kehadirannya sangat penting,” tambah Hadi.
Kasus yang disorot massa terkait dugaan penyelewengan dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
KPK sebelumnya mengungkap adanya dugaan aliran dana hingga Rp25 miliar per anggota DPR RI Komisi XI dalam satu periode. Dana itu berasal dari program CSR yang sejatinya ditujukan untuk kepentingan sosial, namun justru dialirkan ke sejumlah yayasan yang terafiliasi dengan anggota DPR.
Nama Gus Irawan Pasaribu ikut disebut dalam pusaran kasus ini lantaran ia pernah menjabat sebagai anggota DPR RI Komisi XI.
Aliansi Tabagsel Bersatu menegaskan, KPK tidak boleh pandang bulu dalam menangani perkara ini.
“Kami mendesak KPK menjadikan kasus ini momentum penegakan supremasi hukum. Jangan ada yang kebal hukum, meski pejabat atau kader partai besar,” tegas Hadi. (S/m)